A Day to Remember, 17 September 2013 (Edited)



Flash back adalah salah satu caraku untuk melangkah menjadi pribadi yang lebih baik.

Awal September 2013

Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil kuliah profesi akuntansi. Aku masih teringat dengan jelas betapa bimbangnya memutuskan hal ini. Berbagai macam hal menjadi pertimbangan. Bismillah, niat karenaNya aku mengambil jalan ini. Kulangkahkan kakiku ke meja itu. Meja yang lebih dari tiga tahun aku tinggalkan.

Kuliah dimulai pukul 18.30 dan berakhir pukul 21.00 WIB. Kupandangi agendaku – sambil menarik nafas panjang – hati ini pun berbisik “Inilah konsekuensi yang harus kamu jalani. Sepertiga perjalanan sudah kau lewati, teruslah melangkah dan jangan menyerah.” Melihat sederetan agenda yang ada di depan mata, rasanya fisik ini sangat lelah. Yah...menyita, menyita banyak hal. Mulai dari tenaga, waktu, dan pikiran. Pagi sampai sore hari aku habiskan waktuku untuk menjemput rejeki di salah satu Universitas swasta di Jogja. Malam harinya lanjut dengan kuliah dan tentunya dengan segudang tugas. Ditambah dengan jarak rumah dan lokasi kerja-kuliah sekitar 19 km. Logikaku berkata “masih sanggupkan aku?”. Ingin sekali rasanya aku menyerah, namun aku sudah memulai langkah ini. Mengupayakan dengan maksimal adalah pilihan terbaik yang bisa aku lakukan saat itu.

Minggu pertama aku lalui dengan sempurna. Pekerjaan beres, tugas kuliah beres, dan kuliah pun beres. Memasuki minggu kedua, tiba-tiba ada rasa yang datang menyapaku. Mungkin dia mau bilang halo atau mungkin bilang yang lainnya, aku belum bisa mengartikan apa yang dia katakan. “Rasa, perjelaslah pesan apa yang ingin kau sampaikan padaku?” kataku pada rasa.

Hari-hari sebelum hari ke-10 itu tiba.....

“Rasa, kenapa kamu betah sekali menggoda hati ini? Sulit sekali aku menangkap pesan yang kau maksud”dialog singkatku padanya. Aku pun bercerita dengan temanku, mencoba menjelaskan dan mencari analogi untuk menggambarkan apa yang aku rasa. Aku tak sanggup. Penjelasan gagal, diskusi tidak berlanjut. Pesannya perbanyak beristighfar. Itu saja. Cukup.

Tangan ini pun tergerak membantuku mengungkapkan rasa melalui sosial media yang kupunya. Melalui tanganku, Allah membantuku menjelaskan apa yang ingin dikatakan oleh rasa. Beberapa status di sosial media yang sempat aku tulis:

"Feeling lost"

"Ya Allah hamba mohon kepadaMu cintaMu, cinta orang-orang yang MencintaiMu, serta perbuatan yang membawaku kepada CintaMu" do'a Nabi Daud as. 

"Sesuatu yang buruk ---> diambil positifnya ---> akan menjadi sesuatu yang baik banget"

Malam Ahad, 14 September 2013

“Take my hand...walk with me on a nice summer's day. Come along...you will see everything is okay. Someone to care about everyday. I believe in the things that you say” tiba-tiba HPku berbunyi. Ada rasa tersendiri ketika mendengar ringtone ini. Karena ringtone ini khusus kalau ada keluarga yang telepon. Aku cepat-cepat mengambil HPku dan aku lihat kakakku menelepon. Dengan nada tenang, kakak iparku mengabarkan kalau mbakku sakit dan aku dimintai tolong untuk datang ke rumah sakit buat gantiin jaga. Semua keponakanku ada di rumah dan sepengetahuan mereka ibu & bapaknya sedang dinas ke luar kota. Aku pun mencoba tenang mengabarkan hal ini ke orang tuaku. Alhamdulillah semua tenang.

“Berita ini, mungkinkah jawaban dari rasa ini” dialogku sendiri. Kenapa rasa ini semakin menjadi. Berusaha tenang, namun tak tenang juga. Ku ambil motor kesayanganku. Kuajak dia menemani perjalananku menuju rumah sakit. Sampai lampu lalu lintas yang ada peringatannya “belok kiri ikuti lampu” aku terobos meskipun lampu menunjukkan warna merah. Tiba-tiba motor ini tidak nyaman kukendarai. Aku cek ban motorku, ternyata bocor. Sigh, “malam-malam gini di mana ya tukang tambal ban” pikirku. Alhamdulillah tukang tambal ban tidak jauh dari lokasi pengecekanku.

“Kenapa mbak?” sapa Bapak pemilik bengkel. “Bocor Pak, mungkin karena tadi saya menerobos lampu merah. Alhamdulillah masih diingatkan. Mohon bantuannya ya Pak” jawabku. Dengan senang hati Bapak itu membantuku. Sambil makan snack, aku kasihan melihat motor itu. Gara-gara aku dia terluka. Dua setengah tahun dia menemaniku dan baru kali ini rodanya terluka. Itu pun gara-gara aku. Mungkinkah ini jawaban dari rasa itu? Entahlah...yang pasti rasa ini semakin tidak dapat dijelaskan.

Sesampai di rumah sakit, semua sudah baik-baik saja. Operasi kecil sudah selesai dan dokter bilang besok siang sudah boleh pulang. Lega.............tapi ini juga bukan apa yang dikatakan oleh rasa. Dia masih saja membisikanku kata-kata yang aku belum jelas mendengarnya.

Senin Sore, 16 September 2013

Kulewati hari ini dengan rasa yang tak menentu itu. Dia masih setia dan belum bosan membersamaiku. Berharap puasaku bisa lebih menenangkanku. Sambil menunggu kuliah jam 18.30, aku memanfaatkan waktu untuk mengikuti kajian rutin Senin sore bersama Ustad Syatori A di Masjid Nurul Ashri. Mencari ketenangan dan jawaban atas semua yang aku rasakan. Mendengar Ustad menyampaikan tausiyah rasanya lebih adem. Masih lanjutan kajian sebelumnya tentang Tafsir Surat An Nur dan tentang keikhlasan. Beliau menjelaskan tentang keikhlasan dengan contoh yang sangat mudah dipahami, tapi entah kalau dijalani. Beliau berkata “Rasa ikhlas itu seperti apa? Misalnya seorang ibu dicopet, apa yang akan dilakukan oleh Ibu itu? Dia akan berterima kasih kepada pencopet tersebut, karena dia sudah mau menjadi perantara Allah untuk menguji keikhlasan kita”. Subhanallah...merinding rasanya mendengar tausiyah beliau. Lebih tenang, tapi ini bukan jawaban.

Selasa, 17 September 2013

Tugas menumpuk, kerjaan cukup banyak. Tidak sempat mengerjakan tugas kuliah disela-sela jam kerjaku. Sempat aku menyapa teman melalui akun Facebookku. Aku menceritakan kegalauanku. Tapi ini juga tidak mendatangkan jawaban, hanya sebuah kelegaan ada teman untuk bercerita.

Pulang kerja aku langsung menuju kos temanku. Tidak mungkin aku pulang ke rumah, mengingat kuliahku dimulai pukul 18.30 WIB. Kami bertiga mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan malam ini. Rasa ini masih saja setia menggangguku.

Tiba-tiba temanku menangis setelah mendapatkan telepon. Kami berdua sempat kaget dan bertanya apa yang terjadi. Ternyata Ibu temanku sakit dan malam ini harus operasi. Dia langsung siap-siap untuk pulang, kami pun mencoba menenangkan.

Aku dan temanku satunya berangkat kuliah. Tugas belum kelar. Rasanya semakin tidak tenang. Di kelas aku sudah tidak konsentrasi. Baru kali ini aku merasakan kuliah paling memalukan. Materi yang disampaikan hanya numpang lewat saja. Banyak hal yang membuatku merasa jadi orang paling bodoh. Jantung ini berdegup semakin kencang. Aku sudah tidak bisa berpikir lagi. Seperti kehilangan pegangan ditempat yang gelap.

Aku ambil motor kesayanganku diparkiran dan kuajak dia pulang. Tanpa berpikir panjang, aku pulang melalui jalan yang aku sendiri sebenarnya sudah tahu kalau jalan itu sepi dan rawan perampokan. Sepuluh hari ini, aku merasa nyaman melewati jalan ini. Aku pikir masih ramai dan banyak orang yang kerja di pabrik baru pulang.

Aku masih ingat kalau aku anti melewati jalan ini setelah maghrib. Aku selalu melewati jalan lain kecuali terpaksa. Malam ini, ingatan tentang hal itu pergi begitu saja. Aku merasa tenang melewati jalan ini. Dan ternyata ketenangan melewati jalan ini adalah penjelasan dari rasa. Rasa menyampaikan pesan yang banyak melalui ketenangan ini.

Beginilah rasa menyampaikan pesannya..............

Jembatan Maling, 17 September 2013

Malam itu, aku menikmati kebersamaanku dengan motorku. Malam tidak begitu dingin, bulan pun tidak begitu terang. Angin semilir perlahan. Menikmati setiap perjalanan adalah hobiku. Malam ini, aku benar-benar menikmati kebersamaan ini. Tanpa terlintas sedikit pun pikiran negatif. Ada motor yang tiba-tiba menyalipku dan aku pun berusaha membersamainya. Motor itu cepat sekali berlalu, aku pun tak sanggup mengejarnya. Sepanjang jalan kanan kiri sawah, aku mulai merasa lelah. Aku menikmati sunyinya malam itu tanpa pikiran negatif sedikit pun. Aku pelankan laju motorku dan kunikmati setiap detik bersamanya.

Kutengok spion motorku. “Oh ada motor dibelakangku, mungkin mau menyalipku” pikirku. Aku pelankan motorku dan aku berusaha menepi.

Di luar prediksiku. Tiba-tiba motor itu berada disampingku dan ada tangan yang mengambil kunci motorku. Kejadian berlangsung begitu cepat. Saat itu aku langsung tersadar, mereka perampok. Tanganku mencoba meraba kunci yang menggantung di motor. Hanya memastikan. Ya, memastikan bahwa mereka memang perampok. Motorku sudah tidak bisa aku gas lagi.

“Rampok...rampok..rampok...tolong...tolong” berkali-kali aku meneriakkan kata itu sampai kejadian selesai. Aku mencoba tenang dan berusaha mencari jalan yang terbaik.

Saat itu ada yang berbisik kepadaku “sebaiknya aku berhenti atau kamu akan ditendang sama mereka”. Aku pun berhenti, karena motor ini sudah tidak sanggup berjalan lagi. Berhentinya pun masih di tempat yang gelap. Tepatnya, disebelah Jembatan Maling. Orang-orang memberi nama Jembatan itu Maling (baca: pencuri) karena konon katanya di jembatan tersebut banyak terjadi perampokan.

Aku tengok ke belakang dan ternyata ada lampu motor yang semakin mendekat. Saat itu terjadi tarik menarik motor antara aku dan perampok itu. Sengaja aku melawannya, aku pikir lampu motor yang semakin mendekat itu akan menolongku. Gagal.

Dia mengeluarkan pisau dan mengancam “kekke motormu po tak tusuk!!! (baca: kasih motormu atau aku tusuk)”. Entah kekuatan dari mana, aku tidak takut dengan ancamannya. Melihat pisau yang diarahkan ke atas – bukan ke tubuhku- dan tangan kirinya yang gemetar memegangi pisau itu, aku pun berani menangkisnya. Gagal.

Dia langsung menancapkan kunci itu ke motorku. Tubuhnya yang tinggi dan motorku yang kecil, memudahkan dia menaiki dan menyalakan motor itu. Aku masih berusaha menarik pakaian dia dan motorku. Gagal.

Motor itu melaju bersama pemilik yang berbeda. “Innalillahi....itu bukan motorku lagi” pikirku sambil melihatnya semakin menjauh dengan laju yang sangat kencang. Tiba-tiba terlintas kajian Senin sore yang aku ikuti.

“Panik, iya panik. Tapi panikku harus aku kelola dengan baik” demikian hatiku berbicara. Beberapa motor yang lalu lalang aku hentikan. Tidak ada yang mau berhenti. Mungkin mereka takut. Takut dijebak atau takut kalau aku ini makhluk dari dimensi yang berbeda. Aku berlari ke tempat yang terang. Ada bapak-bapak tua yang mau berhenti saat itu. Aku jelaskan masalahku dan minta bantuannya mengantarkanku ke Kantor Polisi. Akhirnya beberapa motor ikut berhenti dan ada seorang bapak yang bersedia mengantarkanku ke Kantor Polisi.

Sepanjang jalan aku beristighfar. Aku merasa aku sedang bermimpi. Dan berharap aku bangun semua akan baik-baik saja. Sesampainya di Kantor Polisi, Bapak yanng mengantarku langsung kabur. Belum sempat aku mengucapkan terima kasih. Mungkin Bapak itu juga takut, takut dijadikan saksi. Ah, sudahlah...siapa pun beliau aku sangat berterima kasih. “Semoga beliau dan keluarganya selalu diberi keberkahan oleh Allah” pintaku.

Kantor Polisi, 17 September 2013

Suasana Kantor Polisi saat itu sangat ramai. Mereka sedang selesai Patroli. Aku dekati mereka sambil bilang “Pak, tolong saya...motor saya habis dirampok”. Bapak-bapak itu langsung meminta STNK dan keterangan tentang ciri-ciri mereka. Aku tidak bisa menyebutkan banyak karena kondisi yang gelap gulita. Bahkan motor yang mereka pakai pun aku tidak tahu. Malam itu yang terlihat hanya kilauan pisau dan helm yang dipakai karena warnanya perak. Dan satu lagi, baju kotak-kotak. Tapi mereka tidak sedang kampanye lho yaaaa....(hehehehe)

Apel malam ditunda, semua anak buah dikerahkan. Pencarian dimulai, berita disebar melalui alat komunikasi mereka. Satu orang petugas meminta saya untuk masuk ke ruangan. Namun, kaki ini sudah tidak sanggup melangkah.

Tiba-tiba lemas. Energiku sudah habis. Aku terduduk di teras Kantor itu. Mengingat kejadian itu. Sambil menangis, berdzikir, dan bersyukur. Merasakan kasih sayang Allah yang luar biasa. Perampok itu sedikitpun tidak menyentuhku. Hanya mengancam dan membawa lari motor itu. Kehormatan yang masih dijagaNya, itu rahmat yang luar biasa yang harus aku syukuri.

“Ini mbak minum dulu” kata salah satu petugas.

“Terima kasih Pak” kataku.

“Keluarga sudah dihubungi mbak?” tanyanya.

“Belum, sebentar ya Pak. Saya berusaha menenangkan diri dulu. Biar semuanya tidak panik” kataku sambil menarik nafas panjang.

Bapak itu pun perlahan menjauh dariku. Aku ambil HP dari tasku. Saat itu aku memutuskan untuk menghubungi kakak iparku setelah mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, rumah kakakku lebih dekat dengan Kantor Polisi dibandingkan dengan rumah orang tuaku. Kedua, secara kedekatan emosional juga berbeda. Kalau aku menghubungi orang tuaku atau saudara kandungku langsung, mereka akan panik. Saat itu, aku ingin keluargaku datang disaat aku sudah tenang. Itu saja.

Kakak ipar datang. Melihat kondisiku. Aku minta tolong untuk menghubungi orang tuaku. Sengaja aku minta tolong, aku ingin orang tuaku tenang mendapat kabar ini. Beberapa saat kemudian Bapak datang diantar tetanggaku yang saat itu memegang amanah sebagai seorang Polisi.

“Maaf, ya Pak” pintaku padanya (*sigh). “Maaf, belum bisa menjaga amanah motor dengan baik” pintaku lagi dan menahan tangis.

“Alhamdulillah kamu ga papa, Nak, yang paling penting itu. Allah Maha Kaya. Insya Allah bisa kembali kalau kita rajin bekerja dan menabung” Bapak membesarkan hatiku.

Semua menunggu. Menunggu Bapak-bapak Polisi mencari perampok itu. Sembari menunggu mereka aku mengambil Smartphoneku. Aku pun membantu Polisi mencari motorku.

Inilah salah satu usahaku, aku berkicau melalui akun tweeterku....


Bagi temen2 yg lihat motor beat hitam tahun 2011 AB 6557 DY tlng hubungi polisi terdekat, sy habis di rampok di daerah Seyegan

Kantor Polisi, 18 September 2013

Tengah malam aku masih di Kantor ini. Selain melalui tweeter, aku pun mengabarkan hal ini ke beberapa grup di Whatsapp Messenger. Banyak teman yang bersimpati dan mengabarkan hal ini melalui media sosial mereka.

“Mbak, mau buat laporan malam ini atau besok?” tiba-tiba tanya petugas kepadaku.

“Sekarang saja Pak, biar semuanya kelar malam ini. Insya Allah saya sudah siap kok” jawabku.

Ada delapan belas pertanyaan yang diajukan Pak Polisi saat itu. Aku jawab dengan baik. Aku tanda tangani pernyataan tersebut. Kelar. Polisi mengabarkan kalau pencarian malam ini nihil. Baiklah, semua sudah selesai. Jam 15.00 WIB aku sampai rumah.

Home Sweet Home, 18 September 213

Ibuku sudah menungguku di depan rumah. Aku dekati, aku cium tangannya dan aku peluk beliau.

“Buk, maaf ya” kataku sambil menangis.

“Sudah makan?” tanyanya tiba-tiba. Bukan kejadian malam ini yang Ibuku tanyakan. Justru Ibu mengkhawatirkanku kalau aku lapar. Setelah itu, Aku menceritakan semuanya. Ibuku pun tenang menanggapi. Beliau bilang beberapa hari ini perasaannya tidak enak dan ternyata akan ada kejadian ini. Mungkin ini yang disebut dengan ikatan batin seorang ibu dan anak yang memang luar biasa. Di saat aku kebingungan mencari apa yang dikatakan rasa, Ibuku pun bingung dengan apa yang dirasa.

Malam itu, aku mencurahkan hatiku pada Allah. Berterima kasih atas semua rasa yang telah Dia berikan malam ini.

“A guidance and a reminder to the men of understanding” (Q.S. 40:54).

Kejadian ini mengingatkanku dengan potongan ayat di atas. Sesungguhnya Allah sudah memberikan petunjuk dan peringatan bagi orang yang berfikir. Alhamdulillah, hati ini sudah dipersiapkan untuk menyambut jawaban dari rasa. Berbagai hal telah Allah berikan padaku melalui tangan-tangannya. Ayat ini mengingatkanku, betapa sayangnya Allah padaku dan inilah jawaban dari do’a-do’aku terutama do’a di statusku di atas.

Inilah jawaban dari rasa itu. Rasa yang beberapa hari bersemayam dalam dada ini. Rasa yang membuatku lebih bijak menghadapi hidup. Keikhlasan memang harus diuji. Kita tidak bisa melisankan ikhlas tanpa diuji terlebih dahulu. Saat diuji seperti itulah, kita menjadi mengerti keikhlasan itu seperti apa. Melisankan kata ikhlas itu mudah. Tapi, mengalami kejadian yang menuntut keikhlasan kita, itu dua hal yang berbeda alias tidak mudah. Aku masih ingat surat Al Ikhlas, tidak ada kata ikhlas dalam surat tersebut. Itulah keikhlasan. Ketika kita masih mengucapkan kata ikhlas, itu bukan rasa ikhlas. Hanya sebuah kata ikhlas. Sikap kitalah yang bisa menunjukkan ikhlas itu seperti apa, bukan sekedar ucapan saja.

"Bersyukur atas semua keadaan, menyenangkan dan menyusahkan adalah keniscayaan hidup. Tidak ada pilihan lain dalam hidup ini kecuali bersyukur dan lebih bersyukur". 

Enjoy your life. Hadapi dengan baik apa pun masalah yang menghampiri kita. 

“He (Allah) is with you wherever you are and Allah sees what you do” (QS. 57:4)



Pontianak, 12 September 2014

                        junee_3



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer